Tuesday, March 31, 2009

Budaya MALU...itu perlu?...(kisah si Bakrie anak nakal)

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), Malu adalah :
(1) merasa tidak enak hati (rendah, hina dsb) karena berbuat sesuatu yg kurang benar (kurang baik).
(2) Segan melakukan sesuatu karena ada rasa hormat, agak takut dsb.
(3) perasaan kurang senang, hina, nista dsb.
Melihat batasan arti kata malu diatas, tentunya kita semua pernah mengalami situasi “malu” tersebut. Lepas dari apapun penyebab dari timbulnya rasa malu tsb, yang jelas kita akan merasakan situasi yang tidak nyaman/tidak mengenakkan, dan sewajarnya lah kita pasti akan menjauhi hal2 yang dapat membuat kita malu.
Memang perasaan malu tidak ada sangsi hukum pidana nya, tetapi membuat orang lain merasa malu dengan sengaja (mempermalukan), maka kita dapat dituntut dengan pasal KUHP tentang ”perbuatan yang tidak menyenangkan”.
Saya menganggap bahwa perasaan malu tersebut bukanlah meupakan suatu ”kutukan”, sesuatu yang dianggap tidak perlu, karena justru dengan adanya perasaan malu itulah maka kita dapat menjalankan fungsi kita sebagai komponen dari masyarakat yang memiliki nurani dan sikap tenggang rasa, lengkap dengan segala atribut2 yg melekat pada diri kita semisal ; pekerjaan, tingkat pendidikan, lingkup pergaulan, asal-usul, adat-istiadat setempat dll.
Perasaan malu tersebut dapat menjadi benteng pertahanan kita untuk menyelaraskan diri dg kepentingan orang lain, dengan menjaga rasa tenggang rasa dan saling pengertian akan kepentingan orang lain juga. Kita akan di tuntut untuk bisa membawa diri supaya dalam tindakan maupun ucapan kita jangan sampai membuat orang lain merasa malu, atau lebih parah lagi malahan mempermalukan diri kita sendiri.
Di negara Jepang misalnya, terdapat adat untuk menebus rasa malu dengan melakukan bunuh diri, Harakiri(merobek perut dg pisau sampai usus terburai) mmerupakan warisan adat para samurai/ ronin pada zaman dahulu, dimana mereka sangat menjunjung tinggi kehormatan, saat ini mungkin sudah tidak relevan, dan di ganti dengan tindakan semacam pernyataan bersalah, meminta maaf dan mengundurkan diri dari jabatannya. (sudah banyak sekali pejabat tinggi di Jepang yang mengundurkan diri), demikian juga dg negara lain yang memiliki kebanggaan nasional tinggi, seperti negara Jerman, mengundurkan diri dari jabatan adalah bentuk tanggung jawab moral dari rasa bersalah dan rasa malunya.......walaupun proses hukum tetap berjalan.
Bagaimana dg Indonesia...? mari kita lihat komen dari mbak DE, pada posting saya yg lalu : (tanpa edit),

ck..ck..ck.. kalo ndak dari cerita sampeyan maka aku nggak akan tahu mau masuk SMP saja begitu rumitnya, keterlaluan ya mas, koyok mau ndata bondone wong tuwane calon siswa , ck ..ck..ck seh gumun aku, kebangeten tenan !
terus masyarakat bisa apa menghadapi semuanya ini mas ? paling bisanya ngikut aturan yg dibuat, siapa yg berani protes ? padahal kalau semua rakyat protes kalah tuh yg bikin sistem.
kalo di sini itu pasti sdh diprotes

btw, di sini SD, SMP, SMA sampai sebagian universitas nggak perlu mbayar mas, anak siapa saja boleh sekolah dan kuliah ndak ada perbedaan, semua punya hak sama, hanya kemarin2 ada beberapa uni yg mengharuskan mhs membayar per semester tapi tidak semua, itupunmasih bisa diprotes

terus yel .. yel bahwa anak adalah penerus bangsa piye kalau banyak anak2 pinter tapi nggak mampu sekolah ? *ngenes aku*

menurut saya yang berlaku di negara kita mas ya yang kaya, yang berduit, yang memegang kekuasaan itulah yang berhak berbuat semauanya, mungkin tim yg mewawancarai mas itu salah satu ortu yg paling kaya yg pasti (mungkin) nyumbangnya buanyak jadi bisa berhak mewawancarai ortu murid yg lainnya

” sayangnya budaya berani bicara, mengemukakan pendapat, mempertahankannya belum ada di masyarakat kita mas, karena sudah dari dulu kita terbiasa ditekan dan dipaksa menganut apa yg diinginkan pemimpin kita, walau saya tahu ada beberapa yang berani melawan (contohnya spt yg sampeyan lakukan dgn tim dr ortu itu) tapi beberapa orang yg berani ini tentunya tdk lepas dr resiko akan ada masalah atau kesulitan di kemudian hari , kalau kita terbiasa bersatu, bebas bicara, khan nggak ada yg akan mau bersekolah di situ ? mungkin ini yg membedakan negara maju dengan negara berkembang mas, dulu saya pikir bedanya hanya karena faktor tekhnologi etc, tapi stlh saya tinggal di sini saya baru tahu bahwa di negara maju orang dianggap sama kedudukannya, haknya, baik presiden maupun pengangguran, org bebas mengeluarkan pendapatnya baik menteri atau pekerja bangunan, nggak ada perbedaan sama sekali, dan ada satu lagi mas, budaya MALU, ini juga belum ada di negara kita mas contohnya kasus lapindo itu misalnya terjadi di jerman, nggak nunggu sampai setahun, beberapa hari saja mungkin menteri yg berurusan dgn bidang ini akan mengundurkan diri krn malu merasa tidak becus bekerja dalam bidangnya (tanpa dipaksa lho), terus pemerintah juga akan menomor satukan korbannya agar dpt kembali hidup layak dan normal lagi krn org org pemerintahan itu dibayar oleh pajak rakyat (pajak perorangan di sini tinggi banget mas, ada yang sampai dipotong 50 % gajinya perbulan , coba bayangkan kalau ini berlaku di Indonesia apa ya mau org2 kaya menyerahkan 50 % gajinya perbulan buat pemerintahan ? jadi di sini yg kaya mbayar pajaknya makin banyak mas, dan SEMUA org harus bayar pajak, ndak ada yg bisa lari kecuali kalo tgl di luar jerman, benar benar adil, ketahuan menyembunyikan pajak, masuk penjara , SIAPAPUN ITU ) jadi pejabat tinggi di sini memang bekerja untuk rakyat mas, oh ya balik ke lapindo lagi, apa yg terjadi di sana mas ? korbannya khan masih terlantar begitu saja sampai sekarang dan yg lebih mengenaskan lagi org penting yg berhubungan dgn hal ini si bakrie itu , msh duduk manis di kursinya nggak ada MALU sama sekali (kalo di sini dia juga sdh masuk penjara mas, di sita hartanya juga) dan yg paling menyedihkan rakyat kita nggak bisa berbuat apa apa, ya krn kita memang tidak biasa bersatu mas, klan si bakrie itu jumlahnya berapa kalau dibandingkan dengan jumlah rakyat kita yang ratusan juta itu, krn kita memang juga tidak terbiasa mempertahankan hak kita , biasa takut dan ditekan. *ngenes*
maaf mas bukan maksudku mau membandingkan negara kita dgn sini, tapi itulah kenyataannya, yg kaya yg berkuasa itulah yg bisa berbuat semaunya di tanah air, mungkin krn itukah banyak yg berebutan dlm pemilu kali ini ?”




Saya seperti di bukakan mata yang selama ini terpejam, Mas Bakrie itu selama menjabat sebagai Menteri , kekayaan pribadi maupun perusahaannya meningkat berlipat ganda, sementara... perusahaan yang bernaung dibawah nya ”PT Lapindo Brantas” telah menyebabkan timbulnya bencana lumpur Sidoarjo, yang telah merusak total tatanan ekologi dan sosial ekonomi masarakat setempat.
Berdasarkan data dari Forbes Asia 2008, Bakrie adalah manusia terkaya saat ini di Asia....!
Dan hebatnya berbagai manuver telah dia lakukan untuk mencuci tangannya, entah dengan menjual perusahaanlah, menyalahkan faktor gempa dan alam lainnya lah....pokok nya manuver ”Tikus nyolong iwak asin” dia lakukan dengan cekatan. Sama sekali tdak ada rasa MALU...dia tetap enak-enak di Jakarta dan keliling dunia menikmati jabatannya, begitu kuatkah posisi dia sebagai oang kaya dan berkuasa...? sehingga tangan2 hukum tak mampu menyentuhnya? Benar-benar manusia laknat si Bakrie itu! Tidak ada rasa empati dan simpati sama sekali terhadap para korban lumpur Sidoarjo tersebut.

Mau ngggak Bakrie sekeluarga mencicipi tidur di tenda2 darurat, makan nasi bungkus lauk gereh-tempe dan tidur bersekat kain? Jangan hanya terampil main batu....!, lempar batu sembunyi tangan....Ketahuilah, Azab dan karma yang mengerikan akan menghajar anak dan keturunan Bakrie kelak....
Bila pengadilan manusia masih bisa di manipulasi, maka pengadilan akhirat yang akan menjebloskannya kedalam laknat tujuh turunan...

Lampiran : data Forbes Asia:
Aburizal Bakrie is Indonesia’s richest man.Forbes Asia list of Indonesia’s richest men and families, the top ten: [1]
1. Aburizal Bakrie and family (Bakrie Group): $5.4 billion 2. Sukanto Tanoto (April and Asian Agri): $4.7 billion
3. R. Budi Hartono: $3.14 billion
4. Budi and Michael Hartono, part owners of Djarum and BCA): $3.08 billion
5. Eka Tjipta Widjaja and family (Sinar Mas Group): $2.8 billion
6. Putera Sampoerna and family (Sampoerna Strategic): $2.2 billion
7. Martua Sitorus (Wilmar International): $2.1 billion
8. Rachman Halim and family (Gudang Garam): $1.6 billion
9. Peter Sondakh (Rajawali Group): $1.45 billion.
10. Eddy William Katuari and family (Wings Group): $1.39 billion
Last year Aburizal Bakrie, the Co-ordinating minister for the Peoples’ Welfare, came in at sixth, with wealth of $1.2 billion, and Sukanto Tanoto led the rankings.


Bagaimana komentar teman-teman sekalian....melihat kekayaan mereka dan kelakuan mereka selama ini, terutama tokoh pada rangking 1...?

PS: sumber gbr ada pd penulis.

No comments:

Post a Comment