Dokter Diduga Teroris Mantan Ketua IDI Lebak
Selasa, 11 Mei 2010 21:10 WIB
Lebak (ANTARA News) - Dokter Syarip Usman yang diduga terlibat jaringan terorisme dan ditangkap di Hotel Sofyan Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (7/5) lalu, adalah seorang mantan Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Kabupaten Lebak, Banten.
"Saya tahu dia sama-sama dalam kepengurusan IDI," kata Kepala Puskesmas Mekarsari Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, dr Imbar, Selasa.
Imbar mengatakan, dirinya tidak mengetahui persis aktivitas keseharian Syarip di luar kegiatan IDI karena kesibukannya masing-masing.
Imbar mengaku mengetahui penangkapan ketua IDI masa bakti 2005-2010 oleh aparat Densus 88 itu setelah membaca media massa.
"Saya hanya merasa prihatin juga sesama teman seprofesi," katanya.
Meskipun berteman dalam kepengurusan IDI, Imbar mangakui tidak begitu akrab dengan Syarip yang dikenalnya sebagai orang yang tertutup.
Begitu pula teman-teman lainya tidak begitu dekat karena dia selalu menjauhkan diri.
"Saya tahu dia itu orangnya baik, sopan dan taat beragama," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lebak H Maman Sukirman mengatakan bahwa dr Syarip Usman pernah menjadi Ketua IDI periode 2005-2010.
Selama menjadi ketua IDI, dokter Syarip Usman sangat baik dan sering berkerjasama dalam menggelar bakti sosial seperti pengobatan massal maupun sunatan massal.
"Saya sama sekali tidak menyangka dia itu diduga terlibat jaringan terorisme," kata Maman yang mengenal Syarip sebagai pribadi yang baik dan agamis.
Sementara Isyu (48), seorang pengojek yang sering mangkal di depan kediaman Syarip Usman di Jalan Kartini Rangkasbitung, mengaku selama beberapa hari terakhir ia belum bertemu dokter Syarip Usman.
Biasanya, kata dia, setiap pagi dia buka praktik dan banyak pasien yang berobat, namun sekarang rumah berlantai dua itu sepi dan pagarnya tertutup rapat.
Saat ini, rumah kediaman Syarip Usman hanya dihuni oleh tiga pembantu rumah tangga.
"Selama ini saya tidak ketemu lagi dia setelah adanya penangkapan Densus 88 itu," katanya.
Ia menambahkan, selama tiga tahun dia tinggal di Jalan Kartini Rangkasbitung tidak bergaul dengan masyarakat dan selalu menutup diri.
Warga hanya mengetahui dia seorang dokter dan buka praktek pengobatan.
"Saya kira dia itu masuk kelompok pengajian di luar daerah karena setiap pekan selalu pergi ke Jakarta," katanya.
(ANT/S026)
JAKARTA, KOMPAS.com — Dua orang yang diduga teroris dan tewas dalam pengejaran polisi di Gang Asem, Jalan Setiabudi, Pamulang, Selasa (9/3/2010), diketahui menginap di rumah dokter Fauzi. Warga mengatakan, keduanya dalam beberapa hari terakhir menginap di rumah dokter Fauzi di Gang Asem.
"Beberapa hari kemarin saya emang liat. Nginepnya di rumah dokter Fauzi," kata seorang warga Gang Asem.
Ia mengatakan melihat kedua orang pria dan wanita itu beberapa kali di rumah dokter Fauzi. Dokter Fauzi diketahui bekerja di Pemkot Tangerang Selatan.
Teroris Suka Istri dari Fakultas Kedokteran
Jum'at, 12 Maret 2010 - 11:27 wib
Thomas Joko - Okezone
SEMARANG - Ada kecenderungan unik dalam kehidupan pernikahan para teroris. Mereka suka menikah dengan perempuan yang kuliah di fakultas kedokteran, terutama di Universitas Diponegoro Semarang.
Dekan Fakultas Kedokteran Undip, Dr. Soejoto PAK mengatakan kebenaran informasi tentang istri Dulmatin yang bernama Istiada pernah kuliah di fakultas kedokteran.
"Ya memang benar bahwa Istiada pernah kuliah di Fakultas Kedokteran Undip," terang Soejoto ketika ditemui di ruang dekan, Kamis 11 Maret 2010.
Kebenaran itu merujuk pada keterangan pegawai Tata Usaha sub bagian akademik Fakultas Kedokteran Undip.
Istiada kuliah sampai semester delapan dengan IPK sementara 2,25. Dia masuk pada 1987 dan keluar 21 Februari 1991. Nomer Induk Mahasiswa Istiada G001873019."Di zaman itu IPK 2,25 tergolong biasa-biasa saja," ujarnya.
Istri pentolan teroris Imam Samudera yang bernama Zakiyah juga sempat mengenyam pendidikan di FK Undip. Dia hanya kuliah sampai semester enam dan memiliki IPK sementara 2,17. Zakiyah masuk tahun 1990 dengan NIM G001903630.
"Kedua mahasiswi itu keluar dengan tanpa keterangan yang jelas," kata Soejoto.
Seorang buronan kasus teroris lain, Maruto Jati Sulistiyono juga diketahui memiliki istri seorang dokter bernama Tri Utami. Dokter yang sebelumnya bertugas di Puskesmas Wonotunggal, Batang Jawa Tengah ini merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung (Unisula) 2002.
Maruto sendiri pernah tercatat sebagai mahasiswa di fakultas kedokteran di kampus Unisula. Namun Maruto hanya kuliah hingga semester VI dan keluar pada 2004. Maruto dan Istrinya disebut pernah menolong Noordin M Top setelah lolos dari penyergapan di Wonosobo.
PS:
Sambil melipat kertas koran, Pak Asyangar berkata dalam hati :
"Kenapa yaa...
Apa karena profesi dokter sudah tidak menarik lagi...?
atau Karena Profesi dokter sejalan dengan terorisme...?
apa kurikulum kedokteran ada kuliah terorisme...?
atau....kenapa...?...kok bisa.....?...kok mau...?
Katanya profesi dokter untuk menolong dan membantu sesama manusia demi kemanusiaan tanpa membeda-bedakan Suku, Agama, Ras, Golongan....Ahh.....KACAU....."
Kemudian pak Asyangar menyruput Kopi Starbak nya....setelah itu di letakkan cangkir kopinya....Pak Asyangar kemudian meninggalkan teras dan masuk kedalam rumah....sambil berseru..." Buu...Ranee...ayo kita maen dokter-dokteran...."
hehe...
No comments:
Post a Comment